Halaman

Banner 468 x 60px

 

Rabu, 03 April 2019

Negri Cawat

0 komentar
Naskah Lakon NEGRI CAWAT Ditulis oleh : Ramadita B. Sasongko Pemeran Emmau Asso : Anak pedalaman Papua, 20th (adik ke-2 Asso) periang, lugu, polos, konyol, penolong, suka makan. Malik Asso : Anak pedalaman Papua, 23th (adik 1 Asso) kasar, baik, cuek, polos. Nurfan Asso : Anak pedalaman Papua, 25th (anak tertua Asso), dewasa, polos. Ramos Asso : Pala Suku pedalaman Papua, Berumur 70th , bijak,dewasa. Bagas : Parasutis AU 25th , Anak Jakarta, suka menolong, iseng, ceroboh. Lina : Parasutis AU 24th . Anak Jakarta, Baik hati. Aldo : Pria nakal 23th , licik, pintar, ambisius. Alin : Pelacur 25th cantik, sexy, penggoda, perayu. Adit : Sarjana Pengangguran 25th pesimis. Susi : Pengemis 35th pengamat lingkungan, kritis. BABAK I LAMPU MENYALA, PANGUNG MENGGAMBARKAN SUASANA PAPUA PEDALAMAN DENGAN RUMAH ADATNYA YANG BERADA DIATAS PEPOHON DAN BEBERAPA BINATANG PELIHARAAN TERIKAT TALI PADA SEBUAH KAYU, BEBERAPA PENDUDUK ASIK DENGAN PEKERJAANYA MASING-MASING. (Nurfan bernyanyi lagu khas papua) Nurfan :………………………………………………………………………………………………………………… Malik : kak! Dimana emau? Apa dia masih didalam hutan? “berbehasa papua” (sibuk dengan pekerjaanya, membenarkan atap rumah) Nurfan : aku juga kurang tau lik, mungkin dia sudah menuju kemari, sudah setengah harian juga dia berada didalam hutan. “berbahasa papua” (tetap dengan pekerjaanya, mengasah pisau, bahasa papua) Malik : hah? Lama sekali dia disana, emang kau tau dia mencari apa kesana? Nurfan : katanya emau, dia mau berburu kelinci, entah lah dia dapat atau tidak Malik : hahahaa… mana mungkin dia bisa mendapatkan kelinci, orang dia membidik tombak saja tidak bisa hahahaa…. Nurfan : heh kau malik, jangan berkata seperti itu, itu juga salah kamu kan yang tidak mau mengajarkan dia berburu. Malik : heh kak mana mau aku mengajarkan dia cara membidik tombak, sedangkan dia tak pernah mau aku ajarkan. (dengan nada sedikit marah) Nurfan : malik dikeluarga kita yang paling mahir membidik tombak itu kamu, aku tau kamu orangnya memang egois tapi tak seharusnya kamu pelit ilmu untuk adikmu itu Malik : aahhh… terserah kau saja kak, aku selalu salah jika sudah berbicara dan itu ada sangkut-pautnya dengan emau. Nurfan : bukan aku menyalahkan tapi tolonglah kau ajarkan ilmu yang kau punya pada adikmu itu, aku juga kasihan jika selalu kau yang berburu, untung-untung hari ini emau mau berburu, walaupun aku tak tau dia berhasil atau tidaknya Malik : bagaimana jika kita taruhan kak, jika ia kembali kesini dan membawa binatang buruan aku akan mengajarkan dia cara membidik dengan tombak. Nurfan : bagaimana jika tidak?. Malik : nah kau harus memandikan kambing-kambing ini setiap hari Nurfan : apa kau bilang? (dengan nada tinggi) Malik : bagaimana? Berani tidak kau kak? TIBA-TIBA DATANG SEORANG BERBADAN HITAM DAN KERITING, DENGAN MEMBAWA DUA KELINCI DITANGAN KIRI DAN PANAH DIKAITKAN DIBADANNYA. Emau : sudah lah kak nurfan, jelas kak malik yang kalah, lihatlah apa yang aku bawa ini (sambil menunjukan kelinci hasil buruannya). Malik : hah? (terkejut dan mendatangi emau) bagaimana bisa kau mendapatkan dua kelinci ini? Nurfan : jadi kau kan yang kalah? besok kau ajarkan dia menombak, malik! (sambil tersenyum) Emau :tak usah kak. Aku tak suka melempar tombak, aku lebih suka berburu dengan ini (menunjukan panah yang dikaitka dibadannya) Malik : bisa kau menggunakan alat ini? Siapa yang mengajari kau? Emau : aku minta ajaran dari tuan ramos, dan dua kelinci ini adalah hasil pertama sekaligus hasil belajarku selama 2 minggu ini hahahaa (tertawa lepas) Nurfan : sudah sekarang siapa yang mau membakar kelinci itu, dan siapa yang menyiapkan sagu untuk makan malam kita? Emau : karena aku yang mendapatkan buruan ini aku yang membakarnya, dan kau kak (sambil melihat malik) silahkan mencari sagu dan memasaknya Malik : tapi aku tak pernah memasak sagu, dan itu kan pekerjaan kau kak nurfan bukan aku. Nurfan : eitss kau kalah taruhan denganku kan? Jadi itulah hukumanmu, anggap saja sebagai ganti mengajarkan membidik tombak pada emau seperti yang kau katakana tadi Malik : baiklah jika sebagai hukuman ganti dari kekalahan ku tadi (berjalan mengambil parang dan segera pergi kehutan mencari sagu) Emau : heh yang ikhlas lah kak, dan juga yang semangat yak kak malik hahahaa Malik : diam saja kau (terlihat marah dan pergi) Emau : hati-hati kau kak (sambil tersenyum lalu tertawa) Nurfan : emau sudah, cepat kau cuci dan bakar kelinci itu TIBA-TIBA SESEORANG LAKI-LAKI JATUH DARI LANGIT MENGENAKAN SERAGAM PARASUTIS YANG SUDAH ROBEK-ROBEK TERKOYAK RANTING PEPOHONAN BBUUUUUUKKKKK…………!!! (nurfan dan emau yang mengetahui hal itu terkejut dan menjauh dari parasutis yang tak sadarkan diri itu) Emau : apa itu kak? Nurfan : seperti manusia mau Emau : iya kak itu manusia Nurfan : dari mana asal manusia itu ya? Emau : mungkin dia dari langit kak Nurfan : masa dari langit? Emau : kan mungkin kak hehe Nurfan : ah kau ini Emau : eh kak, apakah langit sedang hujan? Tapi kenapa malah manusia yang jatuh bukan air. Nurfan : tidak! Langit tidak hujan, tapi iya aku juga heran, keren sekali ya langit bukan hanya air, manusia pun bisa ia jatuhkan Emau : kak kita dekatin yok (sambil mengangguk emau dan nurfan mendekati parasutis sambil berpegangan dan rasa takut, nurfan menguyang-goyangkan badan parasutis itu dengan sebuah ranting kayu) Emau : kak apakah dia mati? Nurfan : kelihatanya sih begitu Emau : coba kau bangun kan dia kak Nurfan : kau sajalah Emau : kakak saja yo hehee Nurfan : sepertinya dia mati (masih sibuk mencolek-colek badan parasutis dengan ranting, emau yang sudah tak sabar lansung menguncang badan parasutis itu dengan kakinya) Emau : ah lama kau kak, heh bangun, bangun!!! Nurfan : katanya aku saja (sambil memukul pelan kepala emau) Emau : habis kau terlalu lembut kak membangunkannya apalagi pakai ranting Nurfan : tapi dia tak bangun-bangun juga kan (emau menguncang lebih kencang) Nurfan : jangan kau kasar-kasar (malikpun pulang dari mencari sagu) Malik : heh kak kak Nurfan!! Emau!! Sedang apa kalian disana? Ada babi hutan kah? (nurfan dan emau terkejut, dan malik mendekat) Nurfan : hah kau lik mengejutkan kita saja kau ini!!! Malik : maaf kak. Terus itu apa? (menunjuk parasutis) Emau : bukan kak, ada manusia jatuh dari langit Malik : haaaah?? Jatuh dari langit? Nurfan : iyooo… dia jatuh dari langit Malik : terus kau apakan dia kak? Emau : mencoba membangunkannya kak Malik : membangunkannya? Sudah jelas langit dan bumi itu jauh jaraknya, pasti sudah matilah dia Nurfan : malik tolong kau panggilkan bapa suku saja, barangkali dia tau bagaiman membangunkannya Malik : dia sudah mati kak Nurfan : sudah kau pangilkan saja pala suku, jangan banyak ngomong lagi kau. Emau : iyoo kak kau panggilkan saja Malik : iyoo iyoo kau menyuruhku? Emau : kan yang menyruhmu kak nurfan kak! Weekksss (menjulurkan lidah) Malik : hhiiihhh kau yaa… (ingin melempar emau dengan bungkusan sagu) Nurfan : kenapa kalian malah berkelahi? Sudah kau panggilkan saja pala suku (menyuruh malik) Malik : iyoo kak iyooo (pergi menuju rumah kepala suku) Emau : heh banguunn, banguuunnn (semakin kencang mengoyang-goyangkan badan parasutis) TIBA-TIBA PARASUTIS BERTERIAK Bagas : aakkkhhhhhh!!!! (Nurfan dan emau pun ikut berteriak dan berlari menjauhi bagas, bagas mengerang kesakitan sambil memegang lengan kanannya) Emau :dia masih hidup kak, keren sekali dia ya kak Nurfan : keren-keren, kau apakan dia tadi? Emau : aku pegang tangan kanannya kak (masih dalam ketakutan) (parasutis pun bangun dan duduk) Bagas : sakit sekali (memegang tangan kanan, sambil mengerang) Emau : hai kau!! Apa kau masih hidup? (bagas yang tak paham dengan bahasa emau, pun terdiam) sepertinya dia tak baham bahasa kita kak (berbisik pada nurfan) Nurfan : iyoo sepertinya dia tidak paham Bagas : sini kalian berdua (melambaikan tangan untuk datang mendekat padanya) Emau : sepertinya dia memanggil kita kak, yuk kita kesana kak (pelan-pelan mendekati bagas) Nurfan : jangan nanti dia bisa membahayakan kau Emau : sepertinya dia baik kak (meninggalkan nurfan, mendekati bagas) Bagas : tolong ambilin perban didalam tas gue dong (emau bengong tak tau maksud dari perkataan parasutis itu) Bagas : tolong ambilkan tas gua, ada perban untuk membalut luka ku ini (dengan bahasa isyarat) (emau yang paham segera mengambilan tas yang tergelak tak jauh dari bagas) Emau : ini… Bagas : terimakasih, (sambil membuka tas dan membalut lukanya) gua bagas (emau dan nurfan kembali bertatapan) Bagas : nama saya bagas!! Emau :bagas!! (Menunujuk parasutis dan kembali bertatapan dengan nurfan) Nurfan :bagas!! Bagas : iyaa saya bagas, kamu siapa? Nurfan : saya nurfan, N U R F A N. Ini emau, E M A U Bagas : nurfan? Emau? Emau? Nurfan? (menunjuk emau dan nurfan) KEPALA SUKU PUN DATANG DIIKUTI MALIK DARI BELAKANGNYA, NURFAN DAN EMAU PUN LANGSUNG MENGHAMPIRI PALA SUKU Nurfan : hormat untuk pala suku (nurfan dan emau melakukan sebuah gerakan yang unik untuk menyambut kedatangan kepala suku) Ramos : nurfan, dimana orang yang jatuh dari langit? seperti yang malik ceritakan Nurfan : dia disana pala suku (menunujuk Bagas yang masih kesakitan) Emau : dia tadi jatuh dari langit pala suku dan … Ramos : aku sudah mendengarnya dari malik (potong pala suku dan emau bergerak salah tingkah, ramos mendatangi bagas) Ramos : nama mu siapa? Bagas : bagas bapak suku Ramos : Jangan panggil bapak, panggil saja pala suku, bagaimana kau bisa sampai kemari? Bagas : saya seorang TNI angkatan udara, saya jatuh dari parasut saya dan tersesat dihutan ini Ramos : sendiri? Bagas : tidak pala suku saya bersama dengan teman saya dan dia seorang wanita Ramos : nurfan tolong kau rawat dia setelah dia sembuh baru kita Tanya maksud dia kemari apa. Nurfan : baik pala suku, malik emau sini kau Malik : ada apa kak? Nurfan : tolong kalian bantu orang itu untuk berdiri dan ajak dia masuk kerumah kita, kasihan dia kita harus merawatnya (tanpa menjawab emau dan nurfan menjalankan perintah nurfan) Ramos : baiklah kalau begitu aku pulang jaga dia dan rawat Bagas : pala suku saya minta tolong temukan teman saya pala suku, saya berharap pertolongan dari pala suku Ramos : baiklah nanti kami akan bantu mencarinya (emau, malik dan nurfan saling pandang karena tidak tau bahasa yang dikatakan bagas dan ramos) Ramos : sudah cepat bawa masuk dia. Nurfan setelah ini ajak emau dan malik dan warga lain kita cari temannya yang tersesat Nurfan : iya pala suku, secepatnya kita akan berkumpul di depan rumah pala suku RAMOS PUN PERGI MENINGGALKAN RUMAH NURFAN, DAN NURFAN MENGIKUTI MALIK DAN EMAU YANG TERLEBIH DULU MASUK KEDALAM RUMAH, PELAN-PELAN LAMPU MATI BABAK II LAMPU PERLAHAN HIDUP, SETTING PANGGUNG MENGGAMBARKAN SUASANA PAGI YANG TEDUH DAN ASRI SUASANA HUTAN. SEORANG PEMUDA SEDANG MEMBERI MAKAN KAMBING DAN EMAU PUN KELUAR DARI RUMAH YANG ADA DIATAS POHON Emau : udah pagi ternyata, bagas pergi kemana ya? (berbicara sendiri) Bagas : hai Emau!! Sudah bangun kau? (teriak bagas dari bawah) Emau : eh ternyata kau disitu gas? Sedang apa kau disana? Bagas : aku sedang memberi makan kambing-kambingmu ini Emau : rajin sekali kau, tumben Bagas : enak sekali mengatan aku tumben rajin, kan setiap pagi setelah aku sembuh yang memberi makan kambing mu kan aku Emau : hehe iya sih gas, terus lina temanmu itu dimana? Bagas : dia mencari buah-buahan bersama para wanita asli sini Emau : kalian disini sudah 5 malam dan kalian cepat sekali akrab dengan warga sini ya Bagas : yang 5 malam itu aku, lina kan baru 3 malam yang 2 malam lagi saat dia masih didalam hutan dan belum kalian temukan Emau : tapi lina itu wanita hebat gas, dia bisa bertahan hidup selama 2 hari didalam hutan Bagas : itu sudah biasa emau, itu diajarkan di angkatan kami Emau : angkatan? Bagas : iya Angkatan Udara, gua dan lina itu TNI Tentara Negara Indonesia Angkatan Udara atau TNI yang menjaga stabilitas udara (emau pun turun dari rumah, tiba-tiba para wanita suku dan lina datang sambil tertawa-tawa) Wanita 1 : kita duluan ya lin Lina : iyaa hati-hati ya Bagas : dari mane aja lu? Lina : kan udeh gua kasih tau nyari buah-buahan bagas Bagas : terus mane hasilnya? Lina : nih-nih (sambil menyodorkan keranjang buah kemuka bagas) resek banget jadi orang ye Emau : sudah-sudah kalian ini bertengkar terus hhaa Lina : kalau dia yang enggak mulai enggak bakal gua mau bertengkar sama dia, jijik gua Bagas : heh jijikan gua tau Emau : tuh kan hahahaa bertengkar lagi, lama-lama kalian bisa pacaran lhooo (lina dan bagas saling tatap dan bersama-sama bergaya memuntahkan sesuatu) Emau : tuh kan bareng lagi…… Lina : udah ah gua mau naik kerumah dulu Emau : lina tadi sagu sudah dicarikan kak malik kau masak sekalian yo…(sambil meringis) Lina : okee emau, oh ya nurfan sama malik kemana? Bagas : mereka cari ikan katanya (lina tak menjawab hanya mengangguk-angguk) Bagas : lin lu kagak pake cawat kayak wanita asli sini? Lina : enak aja, enak di lu dong Bagas : emau lina disuruh pake cawat tu kayak wanita asli sini Emau : bagas itu bukan cawat, itu koteka aku juga pakai kan ini Bagas : apa-pun itu namanya lina kamu suruh pake aja (terbang sebuah kayu dari dalam rumah) Lina : sekali lagi lu bilang awas lu ye Bagas : buseettttt… monster ngamuk hahahaa (emau ikut tertawa) Bagas : emau!! aku dan lina kan ingin pulang ke Jakarta kau mau ikut enggak? Emau : ke Jakarta? Bagas : Jakarta itu ibu kota Negara Indonesia Emau : bentar-bentar aku tau kalo Jakarta tapi kalau yang kau sebut tadi apa Indo-Indo tadi? Bagas : Indonesia. Emau : nah itu I N D O N E S I A apa itu? Tadi juga TNI ada I N D O N E S I A nya, kenapa selalu ada kata itu? Bagas : emau kamu enggak tau Indonesia itu apa? (emau hanya menggelengkan kepalanya, bagas pun berdiri) Bagas : Indonesia itu yang kamu injak emau (emau melihat kebawah kakinya) Indonesia itu yang kamu hirup emau (emau mencoba menghirup udara berkali-kali) Indonesia itu apa yang kau kau makan emau (emau melihat pada kambing ternakan) Emau : bagas sebentar yang aku injak ini tanah, yang aku hirup ini udara, dan yang aku makan ya kambing teman-temanya dia (menunjuk kambing) Bagas : aduuhhh bukan itu maksudku emau Emau : terus apa? Bagas : iya aku tau yang kau injak ini tanah, yang kau hirup pun aku tau kalau itu udara, apa lagi yang kau makan (melihat kambing), tapi kau tak sadar? dimana kau berdiri? Duduk? Tidur? Kau tak sadar hasil yang kau makan itu dari mana? Yang kau minum itu air apa? Kau tak sadar hutan ini dimana? Emau : tak tau Nurfan : itu Indonesia Emau : oh jadi ini Indonesia? (menunjuk ke tanah) ini Indonesia (melebarkan tangan) Nurfan : benar emau, kita ini tinggal dinegara Indonesia, kita lahir diatas tanah Indonesia, bukan hanya itu yang Indonesia kau itu Indonesia, Aku juga Indonesia Kita ini Indonesia (emau menganggukan kepala) Emau : tapi sebentar kau bilang aku Indonesia, kau juga Indonesia tapi kenapa kuliat kau putih dan aku hitam? Bagas : itulah Indonesia banyak ragam budaya, ragam seni, ragam warna dan banyak lagi seperti kau dan aku, aku putih dan kau hitam itu lah ragam warna Indonesia emau, kita memang berbeda warna kulit tapi ingat, hati kita tetap satu, tanah kita satu, bahasa kita satu yaitu I N D O N E S I A Emau : yaya INDONESIA, oh sapai lupakan kak nurfan dan kak malik sudah tau kalu kau ingin pulang besok? Bagas : mereka sudah tau dari lama, nah karena kata mereka kau adalah anak suku ini yang paling tau dengan hutan ini dan paling tau jalan keluar dari sini makanya aku ngajak kau sekalian keJakarta, gimana? (tiba-tiba lina keluar dari rumah) Lina : emau ikut aja ya? Emau : wah nanti saya Tanya dulu pada pala suku he, Lina : oke kita tunggu kabar baiknya ya mau, heh lu kalo disuruh ngompreng lu emang jago ye gas hhaa Bagas : ngompreng apaan? Lina : tadi yang soal Indonesia Bagas : jelas dong Lina : enggak percuma lu diangkat jadi Ketua buat pasukan Rajawali, walau tampang lu oon (lina tertawa disusul emau yang tertawa melihat ekspresi dari bagas) NURFAN & MALIK MASUK KEDALAM PANGGUNG Nurfan : hay-hay akrab sekali kalian ini Malik : iyaa ni Lina : iyaa itu bagas (sambil menahan ketawa) Nurfan : emau ini aku dapat ikan kau bumbui lalu kau bakar yo Emau : wow dapat banyak kau kak Malik : itu aku yang mencarinya kak nurfan tadi hanya duduk melamun entah apa yang difikirkan Emau : kenapa kau kak? Nurfan : tidak ada aku hanya ingat ayah dan ibu Bagas : bagai mana kalau kita menari saja? Besok aku dan lina kan pulang ke Jakarta (Emau yang tau maksud bagas agar nurfan tak sedih langsung menari sebisanya, lina pun ikut bertepuk tangan melihat Bagas dan emau bergoyang-goyang, disusul malik ikut menari, nurfan pun tertarik untuk ikut bergoyang dan bersenang-senang) (Selang beberapa menit) Bagas : gua nyerah, gue capek Malik : dasar lemah, dasar payah kau gas (masih sambil menari, tiba-tiba nurfan berhenti) Nurfan : sudah-sudah kasihan bagas besok kan dia harus pulang dan perjanannya panjang Lina : haha Angkatan Udara yang payah Bagas : heh coba lu ikut sini, capek tau, jangan bisanya tertawa Lina : kan itu tarian laki-laki weekksss, heh emau pasti kau berbicara yang enggak-enggak kan!!! (melihat pada emau yang berbisik ditelinga nurfan sambil tersenyum-senyum) Nurfan : sepertinya keberadaan kita disini menggangu kalian (melirik pada bagas dan lina) Lina : tuh kan pasti biang keroknya ini emau (melempar sandal) Emau : eits enggak kena hhaa Malik : heh sudah sore ini kita sampai lupa kan belum masak Lina : sagunya udah matang tinggal bakar ikannya aja, tuh emau sama bagas yang bakar Bagas : yok mau kita bakar, dari pada berurusan sama nenek sihir Lina : bagas awas lu ye, emau lemparin sandal gue (emau melempar sandal) LAMPU MATI PERLAHAN BABAK III LAMPU PERLAHAN MENYALA, SETTING PANGGUNG MENGGAMBARKAN SUASANA SEBELUM RITUL PERPISAHAN ( TARIAN DAN RITUAL PERPISAHAN) BABAK IV LAMPU MENYALA SETTING PANGGUNG MENGGAMBARKAN SEBUAH PERUMAHAN KOTA SIANG HARI, DAN SEBUAH TAMAN DIDEPANNYA, EMAU YANG MASIH MENGGUNAKAN KOTEKA MASUK KEDALAM PANGUNG DIIKUTI BAGAS Bagas : nih kita sudah sampai Emau : waaah (Karenanya matanya menjadi kaget dengan semua cemerlang neon dan lampu-lampu kota. Ia heran pada lampu, la heran pada bangunan-bangunan, ia heran pada hutan rimba manusia yang satu pun dari antaranya tidak serupa dia. Matanya berkedip-kedip, kepalanya ditolehkan ke kanan-kiri) Bagas : hay (menepuk pundak emau) Emau : hay hay (kaget) Bagas : malah melongo, kamu diam disini dulu (menunjuk kursi) aku mau masuk kekamarku mau menaruh barang-barangku, ingat diam disini jangan kemana-mana (emau tak menjawab hanya mengangguk dan masih terpana dengan pemandangan kota, bagas masuk kamar, seorang pemuda masuk panggung menghampiri emau yang duduk dikursi taman) Pemuda 1 : hallo cari siapa? Emau : saya sahabatnya bagas Pemuda 1 : sahabat? Emau : iya dia bilang kalau saya sahabatnya dia Pemuda 1 : sahabat seperti apa? Emau : kata bagas kita adalah sahabat dalam duka, sahabat yang tak pernah ia lupa Pemuda 1 : bagas berkata seperti itu? Emau : iya dia berkata seperti itu (bagas keluar dari kamarnya) Bagas : hey…… (menyapa pemuda 1) Pemuda 1 : apa kabar? Bagas : baik lu sendiri gimana? Pemuda 1 : sama gua juga baik, eh ya dia siapa sih? Bagas : ini? Dia Emau Asso dia dari suku pedalaman papua Pemuda 1 : kok bisa bareng lu kesininya? Bagas : jadi waktu gua bertugas ke Irian mau Observasi, gua sama lina harus terjun dari pesawat, dan ternyata angin disana kenceng banget, sampai-sampai gua sama lina lepas control, parasut kita guncang dan tersesatlah gua dikampung nya dia Pemuda 1 : owalah gitu ceritanya Bagas : emau gua mau beli makanan dulu ya, kamu ngobrol dulu sama temanku ini Emau : OK bagas (bagas pergi) Pemuda 1 : eh gas dia sahabat lu ye? Bagas :iyeee… dia sahabat gua (sambil berjalan) Emau : iya kan? Kau tak percaya sih Pemuda 1 : iya sekarang gua percaya, eh tadi katanya kau dari suku papua pedalaman ya? Katanya sih orang sana enggak bisa bahasa Indonesia Emau : iya benar itu, awalnya saya tak bisa berbahasa seperti bahasa kau dan seperti bahasanya bagas, tapi karena bagas yang mengajarkan pada kami, saya sedikit paham sekarang Pemuda 1 : tapi yang aku herankan dari bagas, kenapa dia malam membawa kau, biasanya jika dari sana bawanya itu tv, kulkas dan barang-barang peninggalan mewah milik Belanda Emau : tidak tau, tapi waktu bagas mengajak aku kemari dia hanya mengatakan aku seorang penunjuk jalan yang hebat. Pemuda 1 : itu namanya guide Emau : ya itulah pokoknya Pemuda 1 : oh ya kamu dari sana sampai kemari hanya menggunakan ini? (Melihat pada koteka yang dikenakan emau) Emau : iya saya pakai ini saja Pemuda 1 : tidak malu? Emau : kenapa saya harus malu? Ini pakaian kami, pakain orang papua, kita bangga pakai ini he Pemuda : oh yak kau tunggu sebentar disini, aku mau ambilkan sesuatu (masuk kekamarnya, bagas masuk kedalam panggung) Bagas : kau sendirian Emau? Emau : tidak, katanya dia mau mengambilkan sesuatu untuk ku Bagas : ini kau makanlah dulu (memberikan 3 bungkus nasi) Emau : terimakasih he (lansung membuka bungkus nasi dan memakannya, pemuda 1 masuk kedalam panggung) Pemuda 1 : kau sudah sampai? Bagas : udah Pemuda 1 : ye ielah gua udah makan kali, kenapa lu belikan lagi? Bagas : yeee siapa yang beliin lu? Ini semua buar dia ni (menunjuk emau) Pemuda 1 : busyet… tiga porsi buat 1 orang? Bagas : kalo lu tau emau ini melebihi barang lux, makan satu waktu sampai 3 porsi kalo sehari bisa sembilan porsi Pemuda 1 : kalo kayak gitu mah dia bener-bener barang lux hhaaa Bagas : lu ngambil apaan? Pemuda 1 : gua ambilin jaz, lengkap dengan celana kaus kaki sepatu dan kemejanya Bagas : buat Emau? Pemuda 1 : ya iyalah buat siapa lagi? Bagas : biar apaan? Lu kasih barang mewah kayak gini? Pemuda 1 : udah nanti lu ngikut aja sama gua Bagas : awas lu macem-macem sama sahabat gua Pemuda 1 : iye yaelah lu cerewet amat, emau udah selesai kau makannya? Emau : belum masih 1 bungkus lagi ini Pemuda 1 : yasudah kau pakailah ini dulu, nanti kau teruskan makannya Emau : pakai itu? Pemuda 1 : iya pakai ini, kau bisa kan cara memakainya? Emau : bisa-bisa Pemuda 1 : yasudah kau masuklah kekamarku (emau lansung masuk kekamar pemuda 1) ayok kita pergi? Bagas : pergi kemana? Terus emau? Pemuda : gua iseng!!! Kita tinggalin Emau Asso disini, gua mau tau bagaimana seorang primitive yang ditinggal sendirian dikota yang besar seperti ini, mungkin suatu harus nanti gua bisa kaya karena nulis buku soal ini!! Ha ha ha Bagas : jahat lu Pemuda 1 : udah!!! ayok ikut aja PEMUDA 1 MENARIK BAGAS DAN MENINGGALKAN PANGGUNG, LAMPU PERLAHAN MATI BABAK V LAMPU HIDUP DAN MENGGAMBARKAN SUASANA MALAM HARI, EMAU KELUAR DARI KAMAR PEMUDA 1 Emau : hay aku sudah selesai!!! Hah sudah malam? Berapa lama aku menggunakan baju ini? Loh makananku juga sudah tidak ada, bagasssss……!!! Kau dimana? Bagasssss!!!! Mereka pergi kemana? (duduk dikursi) apa aku yang terlalu lama memakai baju ini ya? (datang seorang pria, berjalan melayang-layang, dengan pakaian lusuhnya, menenteng map merah, lalu duduk disamping emau) Adit : Saya ini sudah payah berjalan kaki keliling kota sehingga sol sepatu saya sudah kayak lidah biawak! Saya ini seorang sarjana, tapi belum mendapat pekerjaan. Bagaimana dengan anda? apakah anda seorang sarjana sehingga anda bisa sesuccess ini? Jas dan celana panjang yang mahal, kemeja luar negri, sepatu kulit wah anda benar-benar soaring yang kaya, ditambah lagi anda duduk ditempat yang tidak semua orang kaya mau duduk ditempat ini, boleh saya tau siapa nama anda? saya adit (mengulungkan tangan pada emau) Emau : saya emau asso, panggil saja saya emau Adit : ternyata anda orang papua ya? Emau : iya benar sekali saya orang papua he Adit : saya kira tadi anda orang afrika, maafkan saya ya Emau : orang afrika? Adit : iya orang afrika, mereka juga berkulit hitam seperti kamu emau (emau menganggukan kepala) Emau : ohya kenapa kau tadi berjalan seperti melayang-layang? Adit : oh itu, itu karena sepatu saya, jadi saya harus mengangkat kaki saya-tinggi-tinggi agar sepatu saya tidak melipat kebawah Emau : kau mau ini? (menunjukan sepatunya) Adit : tidak usah itu terlalu mahal untuk anda berikan pada saya Emau : tak apa pakailah ini (menyodorkan sepatu) saya tidak cocok pakai septu itu, biasanya jika saya dipapua saya tak pernah pakai sepatu, cuku dengan bertelanjang kaki, tak akan pernah terluka kaki saya, tapi ketika saya pakai sepatu ini, kaki saya sudah terluka he Adit : sungguh ini tak apa untuk saya? Emau : pakai saja Adit : terimakasih banyak emau asso, tapi ngomong-ngomong kau ini orang kaya atau bukan? Emau : orang kaya? Bukan saya orang papua Adit : bukan itu maksud saya, kamu orang kaya? (menggunakan isyarat tangan) Emau : oh bukan, saya orang biasa he, saya kemari bersama bagas sahabat saya Adit : terus dari mana kau dapat baju mahal ini, dan dimana sahabat kamu? Emau : kalau baju ini aku diberi sama aldo, kalau bagas aku tak tahu di hilang ketika aku selesai memekai baju ini Adit : ternyata kau bukan orang kaya Emau : iyo bukan he, setelah ini mau kemana kau? Adit : jika jam segini, biasanya aku pergi kebawah patung pembebasan Irian Jaya, untuk tidur disana Emau : patung pembebasan Irian Jaya? Dimana itu he? Adit : itu ada dilapangan banteng. Mau ikut? Emau : tak usah lah nanti kalau bagas datang dia kebingungan cari saya Adit : kenapa kau masih memikirkan dia? Dia saja meninggalkan kau disini sendirian Emau : tidak he, pasti dia punya alasan meninggalkan saya disini, jangan asal bicara kau punya mulut he Adit : lantas kenapa kau masih diluar tidak masuk saja kedalam? Emau : bagas bilang kalau dia pergi saya harus menunggunya disini, tidak boleh kemana-mana Adit : emau kau itu dibohongi sama dia Emau : tidak, tidak mungkin bagas berbohong, dia sahabat saya he, sahabat dalam duka, sahabat yang tak pernah dia lupa Adit : emau dengarkan aku, kau itu hanya dijadikan percobaan oleh mereka, bagaimana hasilnya jika seorang primitive seperti kau ini, ditinggal dikota sebesar ini Emau : jaga kau punya ucapan, bagas saja tak pernah berkata promitif pada ku, dia juga tidak selancang kau punya mulut, pergi kau!!!! Pergi!!!! (mendorong adit keras-keras) Adit : terimakasih atas sepatunya (aditpun pergi) PERLAHAN LAMPU MATI LAMPU HIDUP KEMBALI, EMAU SUDAH TERTIDUR DIATAS KURSI TAMAN, DAN DATANG SEORANG WANITA BERPAKIAN MINIM Alin : hay manis (emau hanya diam) kok kamu disini? Nungguin kau ya? (sambil memijat-mijat pundak emau) kamu capek? Aku pijetin yah…. (emau masih terdiam) sayang kok kamu diam aja sih? Kamu malu? Apa kita pindah saja ke hotel? Aku bakal beri kamu pelayanan terbaik asal kamu mau bayar aku 5.000.000 mau kan? Emau : berapa? 5.000.000? Alin : iya itu uang yang sedikit kan untuk orang yang berjas mahal seperti kamu ini? Emau : maaf saya tidak ada uang segitu (Alin semakin merayu emau) Alin : terus adanya berapa? Emau : saya tidak memagagn uang sama sekali Alin : pasti kamu berbohong kan, ayoo lah 3.000.000 kalau begitu Emau : saya bilang saya tidak ada uang Alin : kalau begitu aku boleh lihat dompetmu? (alin semakin merayu emau) Emau : apa itu dompet? (alin terkejut) Alin : kamu berlaga bego yaa.. dompet ya yang untuk meyimpang uang dan kartu-kartu penting lah Emau : sudah saya katakana saya tak punya uang apalagi dompet (alin menggerayangi badan emau) Alin : dasar miskin!!! Baju saja yang bagus tapi enggak punya dompet dan uang dasar penipu (alin mendorong emau hingga jatuh dari kursi dan meninggalkan emau) EMAU TERDIAM BINGUNG DENGAN YANG IA ALAMI BARUSAN, LAMPU MATI PERLAHAN BABAK VI LAMPU PERLAHAN HIDUP, SUASANA PANGGUNG MENGGAMBARKAN SUASANA PAGI HARI, EMAU TERTIDUR DIATAS KURSI TAMAN DEPAN PERUMAHAN, TAK LAMA SETELAH ITU DATANG SEORANG WANITA TUA BERJALAN MENCARI SISA-SISA SAMPAH DI TONG Emau : sedang apa kau disitu bu? Susi : mecari sampah yang sekiranya bisa kau jual kembali nak Emau : bukankah sampah adalah barang yang sudah tidak terpakai? Kenapa ingin kau jual kembali? Susi : aku tak punya uang, hanya dengan memungut sampah lah aku bisa menghasilkan uang dan bertahan hidup Emau : bu pakainmu lusuh sekali, apa kau tak kedinginan? Susi : tak ada lagi baju yang bisa aku gunakan nak Emau : bu kau mau baju ini? (menunjukan baju yang digunakan) Susi : tak usah nak itu pakaian mahal bahkan terlalu mahal untuk pemungut sampah seperti ibu ini (emau tak banyak bicara segera melepas jaz dan kemeja yang digunakannya) Emau : kau duduklah disini, dan ini bu terima yo Susi : tidak usah nak, tidak usah Emau : terimalah aku cukup menggunakan celananya saja Susi : nanti kau kedinginan nak (emau memaksa agar susi menerimanya) Emau : tidak aku sudah terbiasa dengan koteka, dengan celana ini lebih dari cukup untuk aku bu Susi : terimakasih nak, sebenarnya kau ini dari mana? Emau : aku dari Irian Jaya bu Susi : kenapa bisa kemari? Emau : saya diajak sahabat saya bu, tapi yang saya herankan disini di Jakarta yang katanya ibu kota Indonesia tak jauh berbeda dengan kampong saya di papua pedalaman sana, gedung tinggi disini pengganti dari pepohonan yang rindang disana, dan saya kira kehidupan dikampung saya jauh lebih tentram dari pada disini, disini saya melihat ada pengangguran tak punya kerja dan dia hanya berjalan tanpa tau arah dengan sepatu butut yang selalu ia pakai, disini saya juga bertemu dangan ibu yang hidup bergantung pada sampah-sampah sisa yang dijual kembali dan yang saya heran kan lagi disini saya melihat para wanita yang menggunakan pakain pendek Susi : pakian minim maksudmu? Emau : tidak tau apa namanya, yang penting pendek bu, dan itu lebih terbuka ketimbang menggunakan koteka pakaian khas kami dipapua sana, bagas menyebutnya cawat Susi : jadi maksud dari cerita mu tadi bahwa Jakarta yang Highclass dan Papua sama-sama menggunakan koteka atau cawat? Emau : apa ibu marah dengan cerita saya tadi? Susi : tidak aku tidak marah, tapi memang ada benarnya bahwa Negara seperti yang kau katakana yang katanya modern tapi ternyata lebih primitive dari tempat dimana kau tinggal Emau : jadi tidak salah kan jika aku menamakan “Negri Cawat”? Susi : sudahlah tidak usah kita berdebatkan negri ini, negri yang tidak jelas arah tujuannya, terimakasih atas pemberianmu ini nak (susi berdiri dari tempat duduknya) Emau : mau kemana kau? Susi : sudah siang aku harus mencari sampah lagi takut keduluan orang lain, nak kalau kau bertemu dengan sahabatmu minta lah kau pulang aku tak rela jika orang seperti mu harus merasakan kebiadaban daerah ini, kau lebih pantas tinggal dikampungmu walau jauh dari kata modern tapi disana masih menganggap manusia sebagai manusia bukan dianggap sampah seperti disini (emau terdiam, membiarkan susi pergi) TAK LAMA BAGAS DATANG Bagas : emauuuu!!!! Emau : dari mana saja kau ini? aku sudah lapar dari sejak kau tinggal aku belum makan Bagas : kau tak marah dengan aku? Emau : untuk apa aku marah? Bagas : kan aku sudah meniggalkan kamu 2 hari Emau : kau sudah bilang kan bahwa kita ini sahabat dalam duka, aku adalah sahat yang tak pernah kau lupa kau juga pernah berkata aku Indonesia kau juga Indonesia kita Indonesia, kita berdiri di Indonesia kenapa aku harus marah hanya karena kau tinggal kan? (bagas berlinang air mata mendengar ucapan emau, lalu memeluknya) Bagas : gua minta maaf ya (LAMPU MATI) TAMAT Terinspirasi Cerita Pendek “Matias Akankari” karya Gerson Poyk ; 1977 Ditulis di Pangkalan Dewa, Kalimantan Tengah Juli 6, 2015

0 komentar:

Posting Komentar

 
Camus R B S © 2019